Sejarah Candi Cetho Karanganyar. Candi Cetho Karanganyar adalah sebuah candi Hindu yang berlokasi di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Letaknya cukup tinggi yaitu di ketinggian 1.400 mdpl.
Candi Cetho Karanganyar mempunyai latar belakang yang hampir sama dengan Candi Sukuh yang juga berada di Kabupaten Karanganyar.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar yang juga yaitu nama dusun daerah situs candi ini berada.
Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti “jelas”, ini sebab di dusun Cetho ini orang sanggup melihat dengan sangat terperinci pemandangan pengunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejuhan nampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Surakarta dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah.
Menurut para andal sejarah dan purbakala sejarah Candi Cetho Karanganyar ini juga dibangun pada masa yang sama dengan Candi Sukuh yaitu di sekitar kurun ke-15 di simpulan masa kejayaan Kerajaan Majapahit Hindu. Dibangunnya situs percandian ini pada masa keruntuhan Majapahit mensugesti bentuk arsitektur candi. Candi ini mempunyai bentuk yang sangat unik, sama uniknya dengan arsitektur Candi Sukuh.
Candi Cetho tidak mempunyai bentuk mirip halnya pada candi Hindu di Jawa pada umumnya. Bentuknya cukup unik yaitu ibarat bentuk punden berundak. Hal ini mendatangkan kesimpulan bahwa jatuhnya Majapahit menciptakan mulai munculnya kembali kebudayaan orisinil masyarakat sekitar.
Candi Cetho Karanganyar sebenarnya merupakan bangunan candi yang terdiri dari 14 teras yang berundak membentang dari barat ke timur (dari bawah ke atas). Namun yang tersisa hanyalah 13 teras, dan sayangnya lagi pemugaran yang pernah dilakukan hanyalah pada 9 teras saja.
Catatan ilmiah perihal keberadaan situs Candi Cetho Karanganyar ini pertama kali oleh seorang Belanda berjulukan Van de Vlies di tahun 1842. Selain itu ada pula beberapa andal purbakala lainnya yang juga telah mengadakan penelitian tentang Candi Cetho Karanganyar ini, yaitu A.J. Bennet Kempers, N.J. Krom, W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, dan seorang Indonesia berjulukan Riboet Darmosoetopo.
Kemudian hasilnya situs Candi Cetho Karanganyar ini digali pada sekitar tahun 1928, dan dari situlah diketahui bahwa situs ini dibangun pada masa simpulan Majapahit di kurun 15.
Namun bagaimanapun juga ternyata masih ada perbedaan pendapat mengenai tahun pembuatan Candi Cetho Karanganyar ini. Ada beberapa andal yang mempunyai pendapat bahwa Candi Cetho Karanganyar ini tolong-menolong telah dibangun jauh sebelum masa Majapahit.
Hal ini menurut bukti bahwa candi ini dibangun dengan materi dasar kerikil andesit dengan relief yang sangat sederhana sekali. Sedangkan kebanyakan candi era Majapahit dibangun dengan memakai materi dasar kerikil bata merah dan mempunyai relief yang jauh lebih detail.
Dan mirip halnya Candi Sukuh, candi ini mempunyai bentuk arsitektur yang lebih mirip denga candi dari peradaban suku Maya di Meksiko, atau suku Inca di Peru. Selain itu beberapa patung yang ditemukan di sini samasekali tidak mirip dengan wajah orang Jawa, melainkan lebih mirip dengan orang Sumeria atau orang Romawi dan menawarkan masa yang jauh lebih renta dari zaman Majapahit.
Teras pertama ini hanyalah berupa sebuah halaman. Namun di potongan selatan teras pertama ini sanggup dijumpai sebuah bangunan semacam pendopo tanpa dinding. Bangunan ini berdiri di atas pondasi setinggi 2 meter. Dan diatas terdapat semacam ganjal kerikil yang tampaknya sering digunakan untuk menaruh sesaji.
Teras kedua sama dengan teras pertama yang berupa sebuah halaman, namun di halaman teras ini kita sanggup melihat hamparan batuan yang tersusun membentuk sebuah gambar burung Garuda yang sedang terbang dengan sayapnya yang terbentang. Dalam kepercayaan Hindu, burung Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu yang melambangkan dunia atas.
Di potongan ujung kedua sayap terdapat sebentuk sinar matahari. Dan bentuk sinar matahari ini juga ditemukan di potongan kepala Garuda. Sedangkan di potongan punggung gambar Garuda dijumpai batuan yang tersusun membentuk kura-kura. Kura-kura yaitu titisan wisnu yang melambangkan dunia bawah.
Selain itu juga ada gambar sebuah segitiga, dan sebuah alat kelamin pria atau yang disebut dengan Kalacakra. Ini yang membuat Candi Cetho Karanganyar juga seringkali dijuluki sebagai ”Candi Lanang” atau Candi Laki-laki.
Di dalam gambar-gambar ini juga terdapat bentuk binatang lain mirip katak, mimi, dan ketam. Semua lambang ini kemungkinan besar merupakan sebuah sengkala angka tahun Saka 1373 atau 1451 Masehi.
**Candi Tikus Trowulan Mojokerto
Candi Cetho Karanganyar mempunyai latar belakang yang hampir sama dengan Candi Sukuh yang juga berada di Kabupaten Karanganyar.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar yang juga yaitu nama dusun daerah situs candi ini berada.
Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti “jelas”, ini sebab di dusun Cetho ini orang sanggup melihat dengan sangat terperinci pemandangan pengunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejuhan nampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Surakarta dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah.
Sejarah Candi Cetho Karanganyar - Latar Belakang
Menurut para andal sejarah dan purbakala sejarah Candi Cetho Karanganyar ini juga dibangun pada masa yang sama dengan Candi Sukuh yaitu di sekitar kurun ke-15 di simpulan masa kejayaan Kerajaan Majapahit Hindu. Dibangunnya situs percandian ini pada masa keruntuhan Majapahit mensugesti bentuk arsitektur candi. Candi ini mempunyai bentuk yang sangat unik, sama uniknya dengan arsitektur Candi Sukuh.
Candi Cetho tidak mempunyai bentuk mirip halnya pada candi Hindu di Jawa pada umumnya. Bentuknya cukup unik yaitu ibarat bentuk punden berundak. Hal ini mendatangkan kesimpulan bahwa jatuhnya Majapahit menciptakan mulai munculnya kembali kebudayaan orisinil masyarakat sekitar.
Sejarah Candi Cetho Karanganyar - Penemuan Kembali
Candi Cetho Karanganyar sebenarnya merupakan bangunan candi yang terdiri dari 14 teras yang berundak membentang dari barat ke timur (dari bawah ke atas). Namun yang tersisa hanyalah 13 teras, dan sayangnya lagi pemugaran yang pernah dilakukan hanyalah pada 9 teras saja.
Catatan ilmiah perihal keberadaan situs Candi Cetho Karanganyar ini pertama kali oleh seorang Belanda berjulukan Van de Vlies di tahun 1842. Selain itu ada pula beberapa andal purbakala lainnya yang juga telah mengadakan penelitian tentang Candi Cetho Karanganyar ini, yaitu A.J. Bennet Kempers, N.J. Krom, W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, dan seorang Indonesia berjulukan Riboet Darmosoetopo.
Kemudian hasilnya situs Candi Cetho Karanganyar ini digali pada sekitar tahun 1928, dan dari situlah diketahui bahwa situs ini dibangun pada masa simpulan Majapahit di kurun 15.
Sejarah Candi Cetho Karanganyar - Perbedaan Pendapat Ahli

Hal ini menurut bukti bahwa candi ini dibangun dengan materi dasar kerikil andesit dengan relief yang sangat sederhana sekali. Sedangkan kebanyakan candi era Majapahit dibangun dengan memakai materi dasar kerikil bata merah dan mempunyai relief yang jauh lebih detail.
Dan mirip halnya Candi Sukuh, candi ini mempunyai bentuk arsitektur yang lebih mirip denga candi dari peradaban suku Maya di Meksiko, atau suku Inca di Peru. Selain itu beberapa patung yang ditemukan di sini samasekali tidak mirip dengan wajah orang Jawa, melainkan lebih mirip dengan orang Sumeria atau orang Romawi dan menawarkan masa yang jauh lebih renta dari zaman Majapahit.
Sejarah Candi Cetho Karanganyar - Arsitektur
Candi Cetho Karanganyar yang kita nikmati dikala ini yaitu candi dengan teras yang hanya berjumlah 9.Candi Cetho - Teras 1
Sebelum memasuki teras pertama, kita akan melewati 2 buah arca dari kerikil yang disebut sebagai Nyai Gemang Arum. Kemudian memasuki teras terdapat sebuah gapura berukuran cukup besar dengan bentuk candi bentar yaitu mirip gapura sebuah Pura mirip yang sering kita lihat di Pulau Bali.Teras pertama ini hanyalah berupa sebuah halaman. Namun di potongan selatan teras pertama ini sanggup dijumpai sebuah bangunan semacam pendopo tanpa dinding. Bangunan ini berdiri di atas pondasi setinggi 2 meter. Dan diatas terdapat semacam ganjal kerikil yang tampaknya sering digunakan untuk menaruh sesaji.
Candi Cetho – Teras 2
Menuju teras kedua, disambut dengan sebuah gapura dan tangga dari batu. Di samping tangga berdiri sepasang arca yang disebut dengan Nyai Agni, salah satu dari arca ini telah rusak.Teras kedua sama dengan teras pertama yang berupa sebuah halaman, namun di halaman teras ini kita sanggup melihat hamparan batuan yang tersusun membentuk sebuah gambar burung Garuda yang sedang terbang dengan sayapnya yang terbentang. Dalam kepercayaan Hindu, burung Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu yang melambangkan dunia atas.
Di potongan ujung kedua sayap terdapat sebentuk sinar matahari. Dan bentuk sinar matahari ini juga ditemukan di potongan kepala Garuda. Sedangkan di potongan punggung gambar Garuda dijumpai batuan yang tersusun membentuk kura-kura. Kura-kura yaitu titisan wisnu yang melambangkan dunia bawah.
Selain itu juga ada gambar sebuah segitiga, dan sebuah alat kelamin pria atau yang disebut dengan Kalacakra. Ini yang membuat Candi Cetho Karanganyar juga seringkali dijuluki sebagai ”Candi Lanang” atau Candi Laki-laki.
Di dalam gambar-gambar ini juga terdapat bentuk binatang lain mirip katak, mimi, dan ketam. Semua lambang ini kemungkinan besar merupakan sebuah sengkala angka tahun Saka 1373 atau 1451 Masehi.
Candi Cetho – Teras 3
Teras ketiga juga merupakan sebuah halaman. Di sini juga ada 2 buah bangunan tanpa dinding dengan di dalamnya semacam meja kerikil untuk sesaji dengan relief orang dan binatang di dindingnya.Candi Cetho – Teras 4
Menuju teras 4 terdapat tangga yang sangat rapi pembuatannya, ada kemungkinan tangga ini yaitu hasil pemugaran.Candi Cetho – Teras 5
Memasuki teras kelima terdapat sepasang arca yang disebut dengan Bima sebagai penjaga pintu masuk teras 5. Teras ini berupa halaman dengan sepasang bangunan pendapa tanpa dinding.Candi Cetho – Teras 6
Teras keenam yaitu sebuah halaman kecil mirip teras yang lain.Candi Cetho - Teras 7
Di ujung depan memasuku teras ketujuh Candi Cetho Karanganyar terdapat sebuah gapura dengan tangga kerikil yang juga tersusun sangat rapi pembuatannya. Tangga ini diapit oleh sepasang patung Ganesha dan sebuah patung Kalacakra. Di teras ini juga dijumpai sepasang bangunan pendapa tanpa dinding.Candi Cetho - Teras 8
Memasuki teras kedelapan terdapat sebuah tangga dari kerikil yang dijaga oleh sepasang arca dengan relief goresan pena jawa berupa angka tahun pembangunan candi.Candi Cetho – Teras 9
Begitu memasuki teras kesembilan Candi Cetho ada sepasang bangunan yang menghadap ke timur (atas) yang berfungsi sebagai ruang penyimpana benda kuno. Dan sempurna di depan kedua ruangan itu juga terdapat sepasang bangunan. Pada bangunan sebelah kiri terdapat sebuah patung Sabdapalon, dan di dalam bangunan sebelah kanan terdapat patung Nayagenggong. Kedua patung ini yaitu tokoh Punakawan dalam kisah pewayangan.Candi Cetho – Teras 10
Di teras ini sanggup dijumpai 6 buah bangunan, 3 di kanan dan 3 di kiri yang masing-masing saling berhadapan. Di salah satu bangunan sebelah kiri terdapat sebuah arca Prabu Brawijaya. Dan di salah satu bangunan sebelah kanan terdapat sebuah arca Kalacakra. Bangunan sebelah kanan yang paling ujung barat digunakan sebagai daerah menyimpan pusaka Empu Supa, seorang pembuat pusaka yang ternama pada masa itu.Candi Cetho – Teras 11
Teras kesebelas tersekat dengan sebuah dinding kerikil setinggi 1,6 m. di teras ini terdapat sebuah bangunan utama berupa ruangan tanpa atap berdinding kerikil dengan tinggi kurang lebih 2 meter. Luas dari bangunan ini kurang lebih 5 meter persegi. Dan dari ruangan ini, bangunan-bangunan lain di Candi Cetho Karanganyar yang memang letaknya lebih rendah sanggup terlihat denga jelas.**Candi Tikus Trowulan Mojokerto