Pengertian aksara sanggup ditelusuri secara etimologi yakni berasal dari bahasa latin Character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat, kejiwaan, akal pekerti, kepribadian dan akhlak. Watak ialah sifat seseorang yang sanggup dibuat dan berubah walaupun mengandung unsur bawaan yang setiap orang tidak sama-beda. Tabiat ialah sifat dalam diri insan yang ada tanpa dikehendaki dan diupayakan.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, pengertian karakter dapat diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, budbahasa atau akal pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Budi pekerti ialah nilai-nilai sikap insan yang diukur berdasarkan kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Akhlak ialah aturan yang mengajarkan bagaimana seharusnya seseorang berafiliasi dengan Tuspesial untuk, sekaligus bagaimana seseorang harus berafiliasi dengan manusia.
Sedangkan berdasarkan terminology, pengertian karakter diartikan sebagai sifat insan pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupanya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau akal pekerti yang menjadi ciri khas seseorang kelompok orang. Karakter adalah nilai-nilai yang berafiliasi dengan Allah Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Maka karakter adalah budbahasa atau akal pekerti seseorang yang ialah kepribadian khusus, serta yang membedakannya dengan orang lain.
Menurut Soerjono Soekanto. (1993), pengertian karakter ialah sebagai ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (karakter; watak). Sedangkan berdasarkan Masnur Muslich (2011) yang milihat dari dimensi Pendidikan Karakter menyatakan bahwa pengertian karakter yaitu cara berfikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam keluarga, masyarakat dan negara
Pengertian karakter sering kali dihubungkan dengan pengertian moral dan budi pekerti. Moral berasal dari bahasa latin “mores” yang berarti adat kebiasaan. Kata “mores” bersinonim dengan mos, moris, manner mores, manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kasusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati atau tata tertib hati nurani yang menjadi bimbingan tingkah laku batin dalam hidup. Lebih lanjut Ya’kub dalam Abdul Majid & Dian Andayani (2012) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran tindakan- tindakan yang oleh umum diterima, yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Pengertian Pendidikan Karakter
Raharjo (2010) memaknai pendidkan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranak sosial dalam kehidupan penerima didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang bisa hidup berdikari dan mempunyai suatu kebenaran yang sanggup dipertanggung jawabkan.
Raharjo (2010) memaknai pendidkan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranak sosial dalam kehidupan penerima didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang bisa hidup berdikari dan mempunyai suatu kebenaran yang sanggup dipertanggung jawabkan.
Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan aksara disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan akal pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan membuatkan kemampuan penerima didik untuk menyajikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan aksara bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan aksara menanamkan kebiasaan (habituation) wacana hal mana yang baik sehingga penerima didik menjadi paham (kognitif) wacana mana yang benar dan salah, bisa mencicipi (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan aksara yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan sikap yang baik (moral action). Pendidikan aksara menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya untuk penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang luhur yang mengakibatkan untuk jati dirinya, diwujudkan dengan interaksi kepada TuhanNya , diri sendiri, antar sesama, dan lingkunganya. Nilai-nilai yang luhur itu antara lain, kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berfikir termasuk ingin tau akan intelektual, dan berfikir secara logis. Oleh karenanya, penanaman pendidikan karakter tidak Istimewa untuk diberikan secara teori memelalui sekedar menstransfer ilmu saja, melainkan harus dilakukan secara praktek dengan menyajikan rujukan teladan yang baik serta adaptasi atau pembudayaan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Proses terbentuknya karakter melalui pendidikan, pengalaman, cobaan hidup, pengorbanan, dan imbas lingkungan kemudian terinternalisasilah nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga menjadi nilai intrisik yang melandasi sikap dan perilaku. Sikap dan sikap yang berulang-ulang akan menjadi kebiasaan dan sanggup disebut karakter.
Pendidikan aksara pada pada dasarnya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh kepercayaan dan takwa kepada Allah yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan aksara berfungsi (1) membuatkan potensi dasar supaya berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun sikap bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan aksara dilakukan melalui banyak sekali media yang berdasarkan beberapa aspek keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Strategi Penerpan Pendidikan Karakter Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi implementasi Pendidikan Karakter di Tingkat Satuan Pendidikan sanggup dilakukan dengan berbagai cara antara lain: 1) secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran; 2) Melalui Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar; 3)
1) Integrasi dalam Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan aksara penerima didik sanggup memakai pendekatan kontekstual sebagai konsep mencar ilmu dan mengajar yang memmenolong guru dan penerima didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga penerima didik bisa untuk menciptakan kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual penerima didik lebih mempunyai hasil yang komprehensif tidak Istimewa untuk pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual berdasarkan beberapa aspek beberapa strategi, yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Kelima taktik tersebut sanggup menyajikan nurturant effect pengembangan aksara penerima didik, seperti: aksara cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
2) Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan sentra kegiatan mencar ilmu dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:
a) Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan penerima didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksanaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b) Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan penerima didik secara impulsif pada ketika itu juga, misalnya, mengumpulkan derma ketika ada sahabat yang terkena petaka atau derma untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c) Keteladanan
Merupakan sikap dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan penerima didik dalam menyajikan rujukan melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi penerima didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih akung, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.
d) Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, contohnya kondisi toilet yang bersih, daerah sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3) Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan dengan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya insan dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.
4) Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah sanggup mengupayakan terciptanya keselarasan antara aksara yang dikembangkan di sekolah dengan adaptasi di rumah dan masyarakat. Agar pendidikan aksara sanggup dilaksanakan secara optimal, pendidikan aksara sanggup diimplementasikan sesuai dengan yang yang terdapat dalam table di bawah ini.
5) Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apabila pendidikan aksara diintegrasikan dalam ko-kurikuler dan ekstrakurikuler akan memerlukan waktu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Untuk itu, penambahan alokasi pembelajaran sanggup dilakukan, sebagai berikut:
· Sebelum pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat pendek, melaksanakan refleksi (masa hening) selama 15 sd 20 menit.
· Dihari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah (berkumpul dihalaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan nya berupa baca al Alquran dan terjemahan, siswa berceramah dengan tema keagamaan maupun yang lain dalam tiga bahasa (bahasa indonesia, inggris, dan bahasa minang), ajang kreatifitas ibarat menari, musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan membersihkan lingkungan dihari jumat atau sabtu (jumat/ sabtu bersih)
· Pelaksanaan ibadah gotong royong disiang hari selama antara 30 sd 60 menit.
· Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai
· Kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekolah sehabis jam pelajaran berahir berlangsung selama antara 10 sd 15 menit.
Referensi
Abdul Majid & Dian Andayani, (2012). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Kemdikbud, 2010. Buku “Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010 - 2025”
Masnur Muslich, (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara,
Raharjo, “Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia”, Dalam Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol. 16 No. 3 Mei 2010).
Soerjono Soekanto. (1993) Kamus Sosiologi, Jakarta: Rajawali Pers.